Hak Cipta Gambar AI di Indonesia dan Perbandingan di Beberapa Negara: Apa yang Perlu Diketahui?

Hak Cipta Gambar AI di Indonesia dan Perbandingan di Beberapa Negara: Apa yang Perlu Diketahui?

Di era kecerdasan buatan (AI), banyak seniman dan kreator menggunakan alat generatif AI untuk menciptakan gambar. Namun, bagaimana status hukum dari karya-karya ini di Indonesia?

1. Landasan Hukum Hak Cipta di Indonesia

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) menetapkan bahwa hak cipta diberikan kepada pencipta, yaitu individu atau kelompok yang menghasilkan karya secara langsung. Dalam konteks ini, karya yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI tanpa campur tangan manusia tidak memenuhi syarat sebagai ciptaan yang dilindungi hak cipta. Namun, jika manusia memberikan kontribusi signifikan, seperti menyusun prompt atau melakukan kurasi, karya tersebut dapat dianggap sebagai hasil kolaborasi dan layak mendapatkan perlindungan hak cipta.
SmartLegal |
FHUI

2. Kekosongan Hukum dan Tantangan

Saat ini, belum ada regulasi khusus di Indonesia yang mengatur secara eksplisit tentang hak cipta karya yang dihasilkan oleh AI. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para kreator yang menggunakan AI dalam proses kreatif mereka.
HukumOnline

🤖 Kebijakan Penyedia Alat Generatif AI

1. ChatGPT (OpenAI)

OpenAI menyatakan bahwa pengguna memiliki hak atas konten yang dihasilkan oleh ChatGPT, termasuk gambar. Namun, pengguna tetap bertanggung jawab untuk memastikan bahwa penggunaan konten tersebut tidak melanggar hak cipta pihak ketiga.
Botpress

2. Leonardo.Ai

Leonardo.Ai memungkinkan pengguna untuk menggunakan gambar yang dihasilkan untuk keperluan komersial. Namun, mereka juga menyatakan bahwa mereka memiliki hak untuk menggunakan, menyalin, dan mendistribusikan konten yang dihasilkan untuk tujuan pengembangan dan promosi layanan mereka.
Leonardo FAQ

3. Bing AI Image Creator (Microsoft)

Microsoft awalnya membatasi penggunaan gambar yang dihasilkan oleh Bing AI Image Creator hanya untuk keperluan pribadi dan non-komersial. Namun, kebijakan ini telah berubah, dan saat ini pengguna dapat menggunakan gambar tersebut untuk keperluan komersial dengan risiko sendiri.
Medium

⚠️ Rekomendasi untuk Kreator

  • Periksa Ketentuan Layanan: Sebelum menggunakan alat generatif AI, baca dan pahami ketentuan layanan serta kebijakan hak cipta dari penyedia layanan tersebut.
  • Hindari Pelanggaran Hak Cipta: Jangan menggunakan gaya atau elemen dari karya yang dilindungi hak cipta tanpa izin. Misalnya, meniru gaya Studio Ghibli dapat menimbulkan masalah hukum.
    AP News
  • Dokumentasikan Proses Kreatif: Simpan catatan tentang bagaimana Anda menggunakan AI dalam proses kreatif, termasuk prompt yang digunakan dan modifikasi yang dilakukan.

🌍 Bagaimana Negara-Negara Besar Mengatur Hak Cipta Gambar AI?

Dengan semakin masifnya penggunaan generative AI untuk menciptakan gambar, muncul pertanyaan penting: apakah karya tersebut memiliki perlindungan hak cipta? Berikut ini adalah ringkasan pendekatan beberapa negara besar mengenai isu ini, dilengkapi referensi terpercaya.

🇺🇸 Amerika Serikat: Wajib Ada Keterlibatan Manusia

Di Amerika Serikat, pengadilan telah menegaskan bahwa karya yang dihasilkan sepenuhnya oleh AI tidak dapat dilindungi hak cipta, karena tidak ada “pengarang manusia.” Namun, jika ada kontribusi kreatif manusia, seperti menyusun prompt atau menyunting hasilnya, perlindungan hak cipta bisa diberikan.
Reuters |
AP News

🇬🇧 Inggris: Kompensasi Melalui Lisensi Kolektif

Pemerintah Inggris memperkenalkan skema lisensi kolektif agar penulis mendapatkan kompensasi jika karya mereka digunakan untuk melatih AI. Ini menjawab kekhawatiran atas praktik penambangan data yang dapat merugikan pemilik hak cipta.
The Guardian

🇨🇳 Tiongkok: Melindungi Karya AI yang Ada Unsur Kreatif Manusia

Pengadilan di Beijing mengakui bahwa gambar dari AI bisa mendapat hak cipta jika prosesnya melibatkan “investasi intelektual” manusia. Dalam kasus penggunaan Stable Diffusion, pengadilan mengakui kepemilikan karya karena manusia secara aktif mengarahkan hasil.
China Justice Observer

🇯🇵 Jepang: Masih dalam Tahap Diskusi

Jepang belum memiliki regulasi tegas soal hak cipta atas karya AI. Namun, diskusi publik dan hukum sedang berlangsung, terutama untuk menyeimbangkan inovasi teknologi dengan perlindungan hak seniman manusia.

🇪🇺 Uni Eropa: Transparansi Data Latih AI

Uni Eropa berfokus pada regulasi yang mewajibkan pengembang AI untuk transparan soal data latih yang digunakan. Meski belum spesifik soal hak cipta karya AI, pendekatan ini bertujuan melindungi hak pemilik data dan mendorong etika AI.
EU AI Act Proposal

🔍 Kesimpulan

Regulasi hak cipta atas karya AI terus berkembang dan berbeda di setiap negara. Amerika Serikat dan Inggris menekankan keterlibatan manusia dan kompensasi, Tiongkok lebih terbuka dengan kontribusi kreatif, sementara Uni Eropa dan Jepang menekankan etika dan transparansi. Sebagai kreator, penting untuk memahami yurisdiksi tempat Anda berkarya dan menyesuaikan strategi legal Anda.

📊 Tabel Perbandingan Regulasi Hak Cipta atas Karya AI di Berbagai Negara

Negara Status Perlindungan Hak Cipta untuk Gambar AI Kontribusi Manusia Kebijakan Khusus Referensi
Indonesia Belum ada regulasi spesifik tentang karya AI, namun UU No. 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa hak cipta diberikan kepada ciptaan yang dihasilkan oleh kemampuan, daya pikir, daya cipta, dan keahlian manusia. Wajib ada kontribusi manusia yang nyata (bukan sepenuhnya oleh sistem otomatis) Karya murni dari AI tidak termasuk dalam subjek hak cipta.
Namun, jika manusia mengolah, menyunting, atau mengarahkan secara kreatif hasil AI, bisa dikategorikan sebagai ciptaan yang dilindungi.
UU Hak Cipta 2014 (bpk.go.id)
Amerika Serikat Tidak dilindungi jika sepenuhnya dibuat AI Wajib ada keterlibatan manusia Hanya karya dengan “pengarang manusia” yang bisa dilindungi Reuters
Inggris Fokus pada kompensasi, bukan larangan Tidak wajib, tapi diatur dalam lisensi kolektif Lisensi kolektif untuk melindungi penulis The Guardian
Tiongkok Dapat dilindungi jika ada kontribusi kreatif manusia Wajib ada investasi intelektual manusia Putusan pengadilan mengakui hak cipta karya AI China Justice Observer
Jepang Belum ada regulasi tegas Masih dalam diskusi Masih menimbang pendekatan terbaik —
Uni Eropa Fokus pada regulasi penggunaan AI Diatur dalam konteks transparansi Wajib ungkap data pelatihan AI EU AI Act

Catatan: Interpretasi hukum di Indonesia dapat berkembang seiring dinamika teknologi dan pembaruan regulasi. Perlu ada penafsiran lanjut oleh lembaga yang berwenang seperti DJKI atau Mahkamah Agung bila terjadi sengketa.

Artikel ini ditulis dengan dukungan teknologi AI untuk efisiensi, namun seluruh konten telah dikembangkan, dikurasi, dan diedit oleh penulis agar sesuai dengan kebutuhan pembaca.

Webdik di Indrapedia: Pilar Website Profesional untuk Pendidik dalam Semangat Heutagogi

Webdik di Indrapedia: Pilar Website Profesional untuk Pendidik dalam Semangat Heutagogi

Webdik adalah solusi inovatif dari Indrapedia untuk membantu pendidik membangun website profesional yang mendukung semangat pembelajaran mandiri (heutagogi) dan identitas digital di era pendidikan berbasis teknologi.

 

Mengapa Pendidik Perlu Website Profesional?

Di tengah era transformasi digital, website pribadi bagi pendidik menjadi lebih dari sekadar tempat menaruh portofolio. Ia adalah identitas digital profesional yang memperkuat kredibilitas, memperluas jejaring, serta menjadi ruang berbagi ilmu secara lebih luas dan fleksibel.

Menurut laporan dari Education Technology Solutions, personal branding melalui media digital seperti website dapat meningkatkan peluang kolaborasi, pelatihan, hingga kepercayaan publik terhadap kualitas pendidik.

 

Apa itu Webdik dari Indrapedia

Webdik adalah layanan jasa pembuatan website yang dirancang khusus untuk membantu pendidik dengan Fitur Utama
– Template yang dirancang sesuai kebutuhan edukatif
– Halaman khusus untuk portofolio, publikasi, video, dan file pembelajaran
– Domain dan email profesional
– Pelatihan singkat dan dukungan komunitas

 

Heutagogi: Fondasi Pembelajaran Mandiri Pendidik

Webdik selaras dengan prinsip heutagogi, yaitu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kemandirian dan penentuan diri dalam belajar (self-determined learning) — pendekatan yang sangat cocok untuk pembelajar dewasa seperti guru, dosen, atau pelatih.

 

Baimana Webdik Mewujudkan Heutagogi?

1. Reflektif dan Otentik
Pendidik bisa menggunakan Webdik sebagai ruang refleksi untuk menampilkan pemikiran, pengalaman, dan perjalanan belajar mereka, sebagaimana disarankan dalam  prinsip pembelajaran reflektif

2. Penguatan Learner Agency
Webdik memungkinkan pendidik mengelola konten mereka sendiri, memilih bagaimana tampilannya, dan menetapkan arah pengembangan — praktik nyata dari learner agency

3. Ruang Kolaborasi dan Berjejaring
Dengan berbagi konten secara terbuka, pendidik membuka peluang untuk kolaborasi, mentoring, dan partisipasi dalam komunitas praktik, selaras dengan prinsip social learning dan heutagogi

4. Mendukung Pembelajaran Sepanjang Hayat
Website adalah media hidup. Seiring bertambahnya pengalaman dan karya, pendidik bisa terus memperbarui isinya—sejalan dengan konsep lifelong learning dalam UNESCO

 

Catatan Pengembangan Webdik

Agar semakin mendukung pendekatan heutagogi, pengembangan Webdik bisa mempertimbangkan:
– Fitur blog reflektif sebagai praktik self-assessment
– Sistem badge digital atau sertifikasi keterampilan mikro (microcredentials)
– Forum interaktif antar pengguna Webdik untuk peer feedback

 

Kesimpulan

Webdik dari Indrapedia adalah wujud konkret pendekatan heutagogi dalam praktik profesional pendidik.
Ia memberikan ruang untuk tumbuh, belajar, dan berbagi—tidak hanya sebagai pengajar, tapi juga sebagai pembelajar mandiri yang aktif dan inovatif.

Dengan Webdik, pendidik tidak hanya membangun website. Mereka membangun **jejak digital yang mencerminkan nilai, visi, dan kompetensi mereka

 

📌 Tertarik Membuat Website Profesional?

Kunjungi: 👉 https://indrapedia.com/webdik/ 
Dan mulailah membangun identitas digital Anda sebagai pendidik pembelajar sepanjang hayat.

Teaching Upgrade: Strategi Mengajar Interaktif Berbasis Taksonomi Bloom untuk Guru dan Trainer Modern

Teaching Upgrade: Strategi Mengajar Interaktif Berbasis Taksonomi Bloom untuk Guru dan Trainer Modern

“Di era digital, guru tidak hanya menyampaikan pengetahuan, tapi memfasilitasi pengalaman belajar yang transformatif.”

Mengapa Perlu Teaching Upgrade?

Dunia pendidikan berubah sangat cepat. Guru, dosen, Widyaiswara, dan trainer perlu beradaptasi dengan metode yang lebih interaktif dan berbasis teknologi.

Baca juga: UNESCO: Reimagining our futures together

Apa Itu Teaching Upgrade?

Teaching Upgrade adalah pendekatan inovatif berbasis Taksonomi Bloom Revisi, dikombinasikan dengan media digital gratis dan alat bantu pembelajaran. Cocok diterapkan dalam kelas abad ke-21.

Referensi: OECD: Future of Education and Skills 2030

Memahami Taksonomi Bloom Revisi

Level Deskripsi Aktivitas
Remembering Mengingat info Kuis, flashcard
Understanding Menjelaskan Mind map, diskusi
Applying Menggunakan konsep Simulasi, latihan soal
Analyzing Menguraikan Analisis teks, studi kasus
Evaluating Menilai Debat, rubrik
Creating Mencipta Proyek, video presentasi

Referensi: Vanderbilt University – Bloom’s Taxonomy Guide

Toolkit Gratis Sesuai Level Bloom

Referensi tambahan: Edutopia, Harvard PZ

AI Tools Rekomendasi untuk Guru Visioner

  • MagicSchool AI – Membuat soal dan rencana ajar
  • Diffit.me – Menyesuaikan materi ajar sesuai level siswa
  • ChatGPT – Asisten brainstorming dan penulisan konten

Referensi: World Bank Blog on AI

Manfaat Teaching Upgrade

  1. Lebih Personal: Cocok untuk berbagai gaya belajar siswa
    Edutopia: Personalized Learning
  2. Keterlibatan Siswa Meningkat:
    Harvard GSE: Engagement
  3. Kompetensi Abad 21: 4C: Critical thinking, Creativity, Collaboration, Communication
    P21 Framework PDF
  4. Evaluasi Terstruktur: Lebih adil dan bermakna
    ASCD: Formative Assessment

“Mengajar bukan tentang alat, tapi tentang menyentuh pikiran dan hati murid.”

5 Alasan Orang Tidak Komentar di Grup WhatsApp

5 Alasan Orang Tidak Komentar di Grup WhatsApp

Awalnya, saya berfikir kebijakan privasi dapat memengaruhi frekuensi komentar dalam grup WhatsApp. Beberapa orang mungkin memilih untuk tetap lebih pasif dalam diskusi terbuka untuk menjaga privasi mereka dan membatasi eksposur informasi pribadi mereka. Akan tetapi, ternyata ada 4 faktor lain yang mempengaruhi frekuensi komentar orang di dalam grup Whatsapp.

1.  Kelebihan informasi

Grup WhatsApp sering kali menjadi tempat di mana anggota grup membagikan berbagai informasi, dari berita terbaru, meme, hingga gambar dan video lucu. Jumlah pesan yang diterima dalam grup tersebut dapat dengan cepat meningkat, terutama jika grup tersebut aktif dan memiliki banyak anggota.

Kelebihan informasi ini dapat menciptakan rasa kewalahan dan kejenuhan pada anggota grup. Pesan-pesan masuk yang terus-menerus membuat tumpukan pesan yang perlu dibaca dan tanggapan yang harus diberikan. Dalam situasi ini, orang-orang cenderung menjadi selektif dalam memilih pesan mana yang akan mereka baca dan tanggapi, serta mereka mungkin enggan untuk menambahkan pesan baru ke dalam tumpukan tersebut.

Selain itu, karena informasi yang diterima melalui grup WhatsApp sering kali bersifat singkat dan langsung, banyak orang menjadi terbiasa dengan gaya komunikasi yang cepat dan kurang mendalam. Mereka mungkin lebih memilih untuk sekadar memantau percakapan tanpa benar-benar berpartisipasi aktif atau memberikan tanggapan yang terlalu panjang.

Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh perbedaan preferensi komunikasi antara individu. Beberapa orang lebih suka berkomunikasi secara langsung atau melalui panggilan suara daripada melalui pesan teks, sehingga mereka mungkin tidak terlalu aktif dalam grup WhatsApp.

Dalam beberapa kasus, orang-orang mungkin memilih untuk berkomentar atau berpartisipasi hanya pada topik-topik tertentu yang mereka anggap penting atau menarik bagi mereka. Ini membantu mereka mengelola kelebihan informasi dan memfokuskan perhatian mereka pada hal-hal yang relevan atau bermanfaat bagi mereka secara pribadi.

 

2.   Perhatian terbagi

Setiap grup WhatsApp dapat menghasilkan pesan dan notifikasi yang terus-menerus, yang membutuhkan perhatian dan waktu dari penggunanya. Ketika seseorang terlibat dalam banyak grup, pesan-pesan yang masuk dari grup-grup tersebut dapat dengan cepat mengisi layar ponsel mereka dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Dalam beberapa kasus, orang mungkin merasa kesulitan untuk mengelola waktu dan perhatian mereka dengan efisien. Mereka mungkin memilih untuk hanya membaca pesan-pesan atau mengikuti percakapan tanpa secara aktif berkomentar atau menambahkan pesan baru. Ini dapat disebabkan oleh berbagai alasan, seperti keterbatasan waktu, prioritas lain yang harus diselesaikan, atau hanya keinginan untuk menghindari gangguan yang terus-menerus.

Selain itu, dalam situasi di mana grup WhatsApp yang terlibat memiliki banyak anggota aktif yang sering berbicara, diskusi di dalam grup tersebut dapat dengan cepat berkembang menjadi percakapan yang berkepanjangan. Hal ini dapat membuat orang enggan untuk berkomentar karena mereka merasa bahwa pesan mereka mungkin tidak akan terlihat atau tidak akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap percakapan yang sedang berlangsung.

Perhatian terbagi juga dapat terkait dengan perbedaan preferensi komunikasi. Beberapa orang mungkin lebih suka menjadi pendengar atau mengikuti percakapan daripada secara aktif berkomentar atau berbicara di grup. Mereka mungkin merasa lebih nyaman dengan peran yang lebih pasif dalam komunikasi daring.

Hal lain yang dapat mempengaruhi perhatian terbagi adalah adanya aplikasi komunikasi lainnya yang bersaing dengan WhatsApp. Misalnya, ada banyak platform media sosial dan aplikasi pesan lainnya yang menarik minat pengguna. Ini dapat menyebabkan sebagian perhatian pengguna tersebar di berbagai aplikasi, termasuk grup WhatsApp.

 

3.   Overload pesan

Overload pesan terjadi ketika jumlah pesan yang masuk ke dalam grup melebihi kapasitas yang dapat diakomodasi oleh anggota grup. Pesan-pesan ini bisa bersifat acak, tidak penting, atau hanya sekadar gurauan dan percakapan yang tidak berarti. Ketika terlalu banyak pesan masuk dengan kecepatan tinggi, anggota grup dapat merasa kewalahan dan sulit untuk mengikuti dan menanggapi semuanya.

Overload pesan dapat membuat orang enggan untuk berkomentar karena mereka mungkin merasa bahwa komentar atau pesan mereka akan hilang di tengah tumpukan pesan yang tidak teratur. Mereka juga mungkin merasa bahwa komentar mereka tidak akan diperhatikan atau tidak akan menambah nilai dalam percakapan yang sudah kacau.

Selain itu, overload pesan juga dapat mengganggu dan mengalihkan perhatian anggota grup dari topik atau isu yang sebenarnya penting. Diskusi yang berantakan dan tidak terarah dapat membuat anggota grup kehilangan minat untuk berpartisipasi secara aktif. Mereka mungkin merasa bahwa mengeluarkan energi untuk menavigasi melalui pesan-pesan yang tidak relevan atau repetitif tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh dari berpartisipasi dalam grup tersebut.

Overload pesan juga dapat memicu perasaan stres atau kejenuhan pada anggota grup. Mereka mungkin merasa terbebani oleh jumlah pesan yang harus mereka baca dan tanggapi. Dalam beberapa kasus, anggota grup dapat memilih untuk mengatur pemberitahuan notifikasi secara lebih selektif atau mematikannya sama sekali untuk mengurangi gangguan dan stres yang disebabkan oleh overload pesan.

Untuk mengatasi masalah overload pesan, beberapa grup WhatsApp mungkin mengadopsi praktik-praktik tertentu, seperti mengatur aturan atau pedoman tentang frekuensi atau jenis pesan yang dapat dibagikan. Pengguna juga dapat menggunakan fitur “mute” untuk sementara waktu, yang memungkinkan mereka menonaktifkan notifikasi grup tanpa meninggalkan grup.

 

4.   Etika dan kesopanan

Dalam beberapa kasus, ada anggota grup yang mungkin secara agresif atau tidak hormat dalam menyampaikan pendapat mereka. Mereka mungkin menggunakan bahasa yang kasar, mengkritik secara pribadi, atau bahkan menghina orang lain dalam grup. Hal ini dapat menciptakan atmosfer yang tidak menyenangkan dan membuat beberapa anggota grup ragu untuk berkomentar atau berpartisipasi aktif.

Selain itu, ada situasi di mana topik yang dibahas dalam grup WhatsApp menjadi sangat sensitif atau kontroversial. Misalnya, topik politik, agama, atau isu-isu sosial yang memicu emosi dan perdebatan dapat muncul dalam grup tersebut. Anggota grup mungkin enggan untuk berkomentar karena takut terlibat dalam konflik atau memperburuk situasi yang sudah tegang.

Selain itu, ada juga pertimbangan privasi yang dapat mempengaruhi komentar dalam grup WhatsApp. Beberapa orang mungkin lebih hati-hati dalam berbagi pendapat atau informasi pribadi mereka karena kekhawatiran tentang privasi atau risiko informasi yang mereka bagikan dapat disalahgunakan oleh orang lain dalam grup atau di luar grup.

Etika dan kesopanan dalam grup WhatsApp dapat menjadi pertimbangan penting bagi individu ketika mereka memutuskan untuk berkomentar atau tidak. Mereka mungkin memilih untuk tetap diam atau memilih untuk berkomunikasi secara pribadi dengan anggota grup yang mereka percaya daripada berpartisipasi dalam diskusi yang tidak sopan atau kontroversial.

Penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, saling menghormati, dan ramah dalam grup WhatsApp agar semua anggota merasa nyaman dan dihargai. Mengadopsi aturan dan pedoman yang jelas tentang etika komunikasi dalam grup dapat membantu memastikan bahwa semua orang merasa aman dan dihormati untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi.

 

5.   Kebijakan privasi

Dalam grup WhatsApp, anggota grup dapat melihat nomor telepon, foto profil, dan nama pengguna satu sama lain. Bagi sebagian orang, ini mungkin menjadi masalah privasi yang sensitif. Mereka mungkin enggan untuk berkomentar atau berbagi pendapat secara terbuka karena khawatir tentang identitas mereka yang terpapar atau dapat disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak diinginkan.

Selain itu, beberapa orang mungkin ingin menjaga batasan antara kehidupan pribadi dan digital mereka. Mereka mungkin tidak ingin memberikan terlalu banyak informasi tentang diri mereka atau berpartisipasi dalam diskusi yang terlalu intim atau pribadi. Dalam hal ini, mereka cenderung untuk tetap lebih pasif dan hanya mengamati diskusi yang ada dalam grup.

Penting untuk menghormati kebijakan privasi masing-masing anggota grup. Tidak semua orang merasa nyaman dalam berbagi informasi pribadi atau terlibat dalam percakapan terbuka. Menghormati privasi dan batasan individu dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mengundang partisipasi aktif dari semua anggota grup.

WhatsApp sendiri telah mengadopsi langkah-langkah untuk melindungi privasi penggunanya dengan menghadirkan fitur-fitur seperti pengaturan privasi untuk membatasi akses ke informasi pribadi, enkripsi end-to-end untuk melindungi pesan dari akses pihak ketiga, dan kebijakan privasi yang mengatur bagaimana data pengguna ditangani.

Namun, setiap anggota grup juga memiliki peran dalam menjaga privasi masing-masing. Misalnya, anggota grup dapat berkomunikasi dengan bijaksana, menghindari membagikan informasi pribadi orang lain tanpa izin, dan menghormati keinginan anggota grup yang mungkin lebih memilih untuk tetap menjaga privasi mereka.

Silakan baca Komik “Apakah Kita Sudah Cerdas di Era Digital?” klik di tautan ini : https://indrapedia.com/DQComic/mobile/index.html

Terima kasih telah membaca artikel ini,
Salam Hormat,

“I cannot teach anybody anything. I can Only make them think” : Socrates

“I cannot teach anybody anything. I can Only make them think” : Socrates

Pernyataan “I cannot teach anybody anything. I can Only make them think” diatribusikan kepada Sokrates karena ia memandang bahwa pengetahuan sejati tidak dapat diajarkan secara langsung oleh seseorang kepada orang lain. Sebaliknya, ia percaya bahwa seseorang harus mencapai pemahaman dan kebijaksanaan dengan cara mengembangkan pemikirannya sendiri melalui proses tanya jawab dan refleksi kritis.
Menurut Sokrates, tujuan dari filsafat adalah untuk membimbing orang dalam mencari pengetahuan sejati dan kebijaksanaan, bukan untuk memberikan jawaban pasti atau dogma yang tidak terbantahkan. Dia mengajarkan bahwa pengetahuan sejati hanya dapat ditemukan melalui pertanyaan dan diskusi, dan bahwa orang yang bertanya adalah yang memiliki kekuatan untuk memperoleh pengetahuan.
Sokrates juga percaya bahwa setiap orang memiliki potensi untuk belajar dan berpikir secara kritis, dan bahwa tugas seorang Widyaiswara adalah untuk membimbing peserta pelatihan dalam pengembangan kemampuan mereka untuk berpikir secara mandiri. Oleh karena itu, dalam pandangan Sokrates, Widyaiswara bukanlah seseorang yang memberikan jawaban, melainkan seseorang yang mengajukan pertanyaan dan memicu pemikiran yang kritis dan reflektif pada peserta pelatihan.
Berdasarkan pernyataan Sokrates tersebut, #JanganjadiWidyaiswarayang memiliki pandangan bahwa Widyaiswara adalah sumber pengetahuan yang mutlak, tetapi sebaliknya… Widyaiswara adalah fasilitator dalam proses pembelajaran yang diarahkan pada pengembangan kemampuan berpikir dan pemahaman yang lebih mendalam

Terima kasih telah membaca artikel ini,
Salam Hormat,

New title
Hubungi Indra, Klik disini!

Terima kasih sudah berkunjung ke indrapedia.com!

Sahabat Belajar

Kang Indra

Online

Kang IndraBersama Indra dari Indrapedia

Hai, ada yang bisa saya bantu? 00.00