Stoikisme Presentasi Efektif

Stoikisme Presentasi Efektif

Fenomena yang terjadi di era modern sekarang ini, adanya pembaruan dan kembali dibahasnya Filosofi Stoikisme, seiring dengan meningkatnya kompleksitas hidup, tekanan sosial, dan kecemasan yang melanda. Filosofi Stoikisme muncul sebagai sumber pencerahan dan ketenangan dalam kehidupan sehari-hari.

Filosofi Stoikisme adalah sebuah sistem filsafat yang berasal dari Yunani kuno dan dikembangkan oleh para filsuf seperti Zeno dari Citium, Epictetus, dan Seneca. Stoikisme berfokus pada pencapaian ketenangan dan kebahagiaan melalui penerimaan terhadap realitas dan pengendalian diri dalam menghadapi tantangan hidup.

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh ketidakpastian ini, Stoikisme menyediakan landasan filosofis yang kokoh. Masyarakat modern semakin menyadari kebutuhan untuk mengendalikan emosi, menghadapi ketidakpastian dengan bijaksana, dan menemukan kedamaian dalam diri mereka. Dalam Filosofi Stoikisme, mereka menemukan sebuah panduan yang relevan dan bermanfaat.

Stoikisme mengajarkan kita untuk tidak terperangkap dalam hasrat yang tidak terpenuhi dan menghadapi kesulitan dengan ketenangan dan ketabahan. Dalam dunia yang penuh dengan tantangan dan tekanan, Stoikisme mengingatkan kita untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, seperti tindakan dan reaksi kita sendiri.

Kembalinya Filosofi Stoikisme juga mencerminkan ketertarikan masyarakat modern terhadap kebijaksanaan para filsuf kuno. Ketika kita melihat kembali ke masa lalu, kita menemukan kearifan universal yang tetap relevan dalam menghadapi masalah manusia yang abadi. Filosofi Stoikisme menjadi titik pijakan untuk menavigasi kompleksitas dan ketidakpastian zaman kita.

Dalam era yang didominasi oleh kecemasan, materialisme, dan perubahan yang cepat, Filosofi Stoikisme menawarkan pandangan hidup yang lebih seimbang dan terpusat pada nilai-nilai yang benar. Ia mengingatkan kita akan pentingnya integritas, etika, dan empati dalam menghadapi tantangan yang kita hadapi.

Salah satu prinsip sentral dalam Stoikisme adalah pemisahan antara hal-hal yang dapat kita kendalikan (internal) dan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan (eksternal). Menurut Stoikisme, hal-hal yang tergantung pada kehendak dan tindakan kita adalah internal, seperti sikap, keyakinan, dan nilai-nilai kita. Sementara itu, hal-hal eksternal meliputi situasi, peristiwa, dan tindakan orang lain yang tidak dapat kita kontrol sepenuhnya.

Stoikisme menekankan bahwa kita tidak dapat mengubah atau mengendalikan hal-hal eksternal, tetapi kita memiliki kekuasaan penuh untuk mengendalikan reaksi dan sikap kita terhadap mereka. Filosofi ini mengajarkan bahwa kita harus menerima realitas sebagaimana adanya dan tidak terjebak dalam keinginan yang tak terpenuhi atau penolakan terhadap kenyataan.

Stoikisme juga menekankan pentingnya hidup dalam kesesuaian dengan alam semesta dan mengikuti kodrat alam. Menurut Stoikisme, manusia adalah bagian dari alam semesta yang lebih besar dan kita harus hidup sesuai dengan prinsip-prinsip alam untuk mencapai kedamaian batin.

Konsep terpenting dalam Stoikisme adalah “apatheia” atau ketenangan pikiran. Ini tidak sama dengan kekurangan emosi atau ketidakpedulian, tetapi merupakan kemampuan untuk menjaga ketenangan dan kebijaksanaan di tengah cobaan dan penderitaan. Stoikus percaya bahwa kita dapat mencapai ketenangan batin dengan mengendalikan tanggapan emosional kita terhadap peristiwa dan melihatnya sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh.

Stoikisme juga mengajarkan pentingnya etika dan moralitas dalam kehidupan. Stoikus memandang bahwa semua manusia adalah saudara dan kita harus bersikap adil, baik, dan empati terhadap orang lain. Mereka juga menekankan pentingnya hidup dengan integritas dan mempertahankan nilai-nilai yang benar bahkan dalam situasi sulit.

Filosofi Stoikisme memiliki pengaruh yang luas dalam sejarah dan masih relevan dalam kehidupan modern. Pandangan-pandangan Stoikisme telah diadopsi oleh banyak orang sebagai panduan untuk menghadapi tekanan hidup, mengatasi kecemasan, meningkatkan konsentrasi, dan mengembangkan ketahanan mental.

Presentasi sangat dekat dengan kehidupan kita di era modern ini, dan seringkali kita dihadapkan pada kondisi tertekan dan cemas apabila akan melakukan sebuah presentasi. Beberapa kekhawatiran umum yang dialami oleh orang-orang adalah:

  • Banyak orang merasa gugup dan cemas saat berada di depan orang banyak. Mereka khawatir tentang penilaian orang lain, takut membuat kesalahan, atau merasa tidak percaya diri dalam penyampaian mereka.
  • Orang-orang sering kali khawatir tentang reaksi audien terhadap presentasi mereka. Mereka takut mendapatkan tanggapan negatif, kritik, atau ditolak oleh audien.
  • Rasa tidak yakin tentang persiapan yang sudah dilakukan bisa menjadi khawatir. Orang-orang mungkin khawatir bahwa mereka tidak memiliki cukup materi, informasi, atau waktu yang cukup untuk menyampaikan presentasi dengan baik.
  • Salah satu kekhawatiran yang umum adalah ketakutan akan lupa atau kehilangan kata-kata di tengah presentasi. Orang-orang khawatir bahwa mereka tidak akan dapat mengingat atau menyampaikan dengan baik materi yang telah mereka persiapkan.
  • Orang-orang seringkali khawatir bahwa audiens akan kehilangan minat atau tidak terlibat selama presentasi. Mereka ingin memastikan bahwa pesan mereka menarik, relevan, dan mempertahankan perhatian audiens sepanjang presentasi.
  • Jika ada batasan waktu dalam presentasi, orang-orang dapat mengalami stres dan kekhawatiran tentang kemampuan mereka untuk menyampaikan pesan secara efektif dalam batasan waktu yang ditentukan.
  • Beberapa orang dapat khawatir tentang aspek teknis dan visual presentasi, seperti pemutaran slide yang tidak berfungsi, suara yang tidak jelas, atau masalah teknis lainnya yang dapat mengganggu alur presentasi.
  • Beberapa orang khawatir tentang menjadi pusat perhatian di depan orang banyak. Mereka merasa tidak nyaman dengan perasaan eksposur dan perhatian yang intens.
  • Orang-orang seringkali khawatir tentang bagaimana presentasi mereka akan dinilai dan dievaluasi. Mereka mengkhawatirkan kemungkinan tidak memenuhi harapan atau standar yang ditetapkan.
  • Orang-orang mungkin khawatir tentang kemampuan mereka untuk menghubungkan dengan audiens secara emosional atau membuat pesan mereka relevan dan berarti bagi pendengar.

Upaya melawana kekhawatiran di atas, pandangan Filosofi Stoikisme dapat memiliki pengaruh positif pada seseorang yang akan melakukan presentasi dengan cara berikut:

1.   Menerima ketidakpastian

Stoikisme mengajarkan kita untuk menerima bahwa hasil presentasi tidak sepenuhnya dalam kendali kita. Kita tidak dapat mengendalikan bagaimana audiens akan merespons atau bagaimana situasi akan berkembang. Dengan memahami hal ini, kita dapat melepaskan kekhawatiran yang berlebihan tentang hasil dan fokus pada persiapan dan penyampaian yang terbaik.

2.   Mengendalikan reaksi emosional

Stoikisme mengajarkan kita untuk mengendalikan reaksi emosional terhadap situasi yang menantang. Saat melakukan presentasi, mungkin kita mengalami kecemasan, stres, atau rasa takut. Dengan menggunakan prinsip Stoikisme, kita dapat mengenali emosi tersebut, tetapi tidak membiarkan mereka menguasai kita. Kita dapat mempertahankan ketenangan batin dan berfokus pada pesan yang ingin disampaikan.

3.   Menghadapi kegagalan dengan bijaksana

Stoikisme mengajarkan kita untuk melihat kegagalan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh. Jika presentasi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, kita dapat mengambilnya sebagai pengalaman berharga dan mencari cara untuk meningkatkan diri. Kita tidak perlu merasa terhina atau putus asa, melainkan menggunakan kegagalan sebagai pendorong untuk menjadi lebih baik.

4.   Menekankan pada persiapan dan Latihan

Stoikisme mendorong kita untuk melakukan tindakan yang tepat dan berkualitas. Dalam konteks presentasi, itu berarti meluangkan waktu untuk persiapan yang baik, mengumpulkan informasi yang relevan, merancang pesan yang jelas, dan berlatih penyampaian secara efektif. Stoikisme mengajarkan bahwa kita memiliki kendali penuh atas tindakan kita, jadi dengan melaksanakan persiapan dan latihan dengan sungguh-sungguh, kita dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan presentasi.

5.   Memusatkan perhatian pada pengaruh yang dapat dikendalikan

Stoikisme mengajarkan kita untuk fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali kita, seperti persiapan, pengetahuan, dan penyampaian kita sendiri. Daripada terlalu khawatir tentang tanggapan audiens atau evaluasi orang lain, kita dapat mengalihkan perhatian kita pada bagaimana kita dapat memberikan presentasi dengan sebaik mungkin. Ini membantu mengurangi kecemasan yang berlebihan dan meningkatkan fokus pada tugas yang ada.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Stoikisme dalam kegiatan presentasi, seseorang dapat mengembangkan ketenangan batin, mengatasi kecemasan berlebihan, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk menyampaikan pesan dengan efektif.

 

Dirangkum dari berbagai sumber dan pengalaman pribadi

Terima kasih telah membaca artikel ini,
Salam Hormat,

5 Alasan Orang Tidak Komentar di Grup WhatsApp

5 Alasan Orang Tidak Komentar di Grup WhatsApp

Awalnya, saya berfikir kebijakan privasi dapat memengaruhi frekuensi komentar dalam grup WhatsApp. Beberapa orang mungkin memilih untuk tetap lebih pasif dalam diskusi terbuka untuk menjaga privasi mereka dan membatasi eksposur informasi pribadi mereka. Akan tetapi, ternyata ada 4 faktor lain yang mempengaruhi frekuensi komentar orang di dalam grup Whatsapp.

1.  Kelebihan informasi

Grup WhatsApp sering kali menjadi tempat di mana anggota grup membagikan berbagai informasi, dari berita terbaru, meme, hingga gambar dan video lucu. Jumlah pesan yang diterima dalam grup tersebut dapat dengan cepat meningkat, terutama jika grup tersebut aktif dan memiliki banyak anggota.

Kelebihan informasi ini dapat menciptakan rasa kewalahan dan kejenuhan pada anggota grup. Pesan-pesan masuk yang terus-menerus membuat tumpukan pesan yang perlu dibaca dan tanggapan yang harus diberikan. Dalam situasi ini, orang-orang cenderung menjadi selektif dalam memilih pesan mana yang akan mereka baca dan tanggapi, serta mereka mungkin enggan untuk menambahkan pesan baru ke dalam tumpukan tersebut.

Selain itu, karena informasi yang diterima melalui grup WhatsApp sering kali bersifat singkat dan langsung, banyak orang menjadi terbiasa dengan gaya komunikasi yang cepat dan kurang mendalam. Mereka mungkin lebih memilih untuk sekadar memantau percakapan tanpa benar-benar berpartisipasi aktif atau memberikan tanggapan yang terlalu panjang.

Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh perbedaan preferensi komunikasi antara individu. Beberapa orang lebih suka berkomunikasi secara langsung atau melalui panggilan suara daripada melalui pesan teks, sehingga mereka mungkin tidak terlalu aktif dalam grup WhatsApp.

Dalam beberapa kasus, orang-orang mungkin memilih untuk berkomentar atau berpartisipasi hanya pada topik-topik tertentu yang mereka anggap penting atau menarik bagi mereka. Ini membantu mereka mengelola kelebihan informasi dan memfokuskan perhatian mereka pada hal-hal yang relevan atau bermanfaat bagi mereka secara pribadi.

 

2.   Perhatian terbagi

Setiap grup WhatsApp dapat menghasilkan pesan dan notifikasi yang terus-menerus, yang membutuhkan perhatian dan waktu dari penggunanya. Ketika seseorang terlibat dalam banyak grup, pesan-pesan yang masuk dari grup-grup tersebut dapat dengan cepat mengisi layar ponsel mereka dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Dalam beberapa kasus, orang mungkin merasa kesulitan untuk mengelola waktu dan perhatian mereka dengan efisien. Mereka mungkin memilih untuk hanya membaca pesan-pesan atau mengikuti percakapan tanpa secara aktif berkomentar atau menambahkan pesan baru. Ini dapat disebabkan oleh berbagai alasan, seperti keterbatasan waktu, prioritas lain yang harus diselesaikan, atau hanya keinginan untuk menghindari gangguan yang terus-menerus.

Selain itu, dalam situasi di mana grup WhatsApp yang terlibat memiliki banyak anggota aktif yang sering berbicara, diskusi di dalam grup tersebut dapat dengan cepat berkembang menjadi percakapan yang berkepanjangan. Hal ini dapat membuat orang enggan untuk berkomentar karena mereka merasa bahwa pesan mereka mungkin tidak akan terlihat atau tidak akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap percakapan yang sedang berlangsung.

Perhatian terbagi juga dapat terkait dengan perbedaan preferensi komunikasi. Beberapa orang mungkin lebih suka menjadi pendengar atau mengikuti percakapan daripada secara aktif berkomentar atau berbicara di grup. Mereka mungkin merasa lebih nyaman dengan peran yang lebih pasif dalam komunikasi daring.

Hal lain yang dapat mempengaruhi perhatian terbagi adalah adanya aplikasi komunikasi lainnya yang bersaing dengan WhatsApp. Misalnya, ada banyak platform media sosial dan aplikasi pesan lainnya yang menarik minat pengguna. Ini dapat menyebabkan sebagian perhatian pengguna tersebar di berbagai aplikasi, termasuk grup WhatsApp.

 

3.   Overload pesan

Overload pesan terjadi ketika jumlah pesan yang masuk ke dalam grup melebihi kapasitas yang dapat diakomodasi oleh anggota grup. Pesan-pesan ini bisa bersifat acak, tidak penting, atau hanya sekadar gurauan dan percakapan yang tidak berarti. Ketika terlalu banyak pesan masuk dengan kecepatan tinggi, anggota grup dapat merasa kewalahan dan sulit untuk mengikuti dan menanggapi semuanya.

Overload pesan dapat membuat orang enggan untuk berkomentar karena mereka mungkin merasa bahwa komentar atau pesan mereka akan hilang di tengah tumpukan pesan yang tidak teratur. Mereka juga mungkin merasa bahwa komentar mereka tidak akan diperhatikan atau tidak akan menambah nilai dalam percakapan yang sudah kacau.

Selain itu, overload pesan juga dapat mengganggu dan mengalihkan perhatian anggota grup dari topik atau isu yang sebenarnya penting. Diskusi yang berantakan dan tidak terarah dapat membuat anggota grup kehilangan minat untuk berpartisipasi secara aktif. Mereka mungkin merasa bahwa mengeluarkan energi untuk menavigasi melalui pesan-pesan yang tidak relevan atau repetitif tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh dari berpartisipasi dalam grup tersebut.

Overload pesan juga dapat memicu perasaan stres atau kejenuhan pada anggota grup. Mereka mungkin merasa terbebani oleh jumlah pesan yang harus mereka baca dan tanggapi. Dalam beberapa kasus, anggota grup dapat memilih untuk mengatur pemberitahuan notifikasi secara lebih selektif atau mematikannya sama sekali untuk mengurangi gangguan dan stres yang disebabkan oleh overload pesan.

Untuk mengatasi masalah overload pesan, beberapa grup WhatsApp mungkin mengadopsi praktik-praktik tertentu, seperti mengatur aturan atau pedoman tentang frekuensi atau jenis pesan yang dapat dibagikan. Pengguna juga dapat menggunakan fitur “mute” untuk sementara waktu, yang memungkinkan mereka menonaktifkan notifikasi grup tanpa meninggalkan grup.

 

4.   Etika dan kesopanan

Dalam beberapa kasus, ada anggota grup yang mungkin secara agresif atau tidak hormat dalam menyampaikan pendapat mereka. Mereka mungkin menggunakan bahasa yang kasar, mengkritik secara pribadi, atau bahkan menghina orang lain dalam grup. Hal ini dapat menciptakan atmosfer yang tidak menyenangkan dan membuat beberapa anggota grup ragu untuk berkomentar atau berpartisipasi aktif.

Selain itu, ada situasi di mana topik yang dibahas dalam grup WhatsApp menjadi sangat sensitif atau kontroversial. Misalnya, topik politik, agama, atau isu-isu sosial yang memicu emosi dan perdebatan dapat muncul dalam grup tersebut. Anggota grup mungkin enggan untuk berkomentar karena takut terlibat dalam konflik atau memperburuk situasi yang sudah tegang.

Selain itu, ada juga pertimbangan privasi yang dapat mempengaruhi komentar dalam grup WhatsApp. Beberapa orang mungkin lebih hati-hati dalam berbagi pendapat atau informasi pribadi mereka karena kekhawatiran tentang privasi atau risiko informasi yang mereka bagikan dapat disalahgunakan oleh orang lain dalam grup atau di luar grup.

Etika dan kesopanan dalam grup WhatsApp dapat menjadi pertimbangan penting bagi individu ketika mereka memutuskan untuk berkomentar atau tidak. Mereka mungkin memilih untuk tetap diam atau memilih untuk berkomunikasi secara pribadi dengan anggota grup yang mereka percaya daripada berpartisipasi dalam diskusi yang tidak sopan atau kontroversial.

Penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, saling menghormati, dan ramah dalam grup WhatsApp agar semua anggota merasa nyaman dan dihargai. Mengadopsi aturan dan pedoman yang jelas tentang etika komunikasi dalam grup dapat membantu memastikan bahwa semua orang merasa aman dan dihormati untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi.

 

5.   Kebijakan privasi

Dalam grup WhatsApp, anggota grup dapat melihat nomor telepon, foto profil, dan nama pengguna satu sama lain. Bagi sebagian orang, ini mungkin menjadi masalah privasi yang sensitif. Mereka mungkin enggan untuk berkomentar atau berbagi pendapat secara terbuka karena khawatir tentang identitas mereka yang terpapar atau dapat disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak diinginkan.

Selain itu, beberapa orang mungkin ingin menjaga batasan antara kehidupan pribadi dan digital mereka. Mereka mungkin tidak ingin memberikan terlalu banyak informasi tentang diri mereka atau berpartisipasi dalam diskusi yang terlalu intim atau pribadi. Dalam hal ini, mereka cenderung untuk tetap lebih pasif dan hanya mengamati diskusi yang ada dalam grup.

Penting untuk menghormati kebijakan privasi masing-masing anggota grup. Tidak semua orang merasa nyaman dalam berbagi informasi pribadi atau terlibat dalam percakapan terbuka. Menghormati privasi dan batasan individu dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mengundang partisipasi aktif dari semua anggota grup.

WhatsApp sendiri telah mengadopsi langkah-langkah untuk melindungi privasi penggunanya dengan menghadirkan fitur-fitur seperti pengaturan privasi untuk membatasi akses ke informasi pribadi, enkripsi end-to-end untuk melindungi pesan dari akses pihak ketiga, dan kebijakan privasi yang mengatur bagaimana data pengguna ditangani.

Namun, setiap anggota grup juga memiliki peran dalam menjaga privasi masing-masing. Misalnya, anggota grup dapat berkomunikasi dengan bijaksana, menghindari membagikan informasi pribadi orang lain tanpa izin, dan menghormati keinginan anggota grup yang mungkin lebih memilih untuk tetap menjaga privasi mereka.

Silakan baca Komik “Apakah Kita Sudah Cerdas di Era Digital?” klik di tautan ini : https://indrapedia.com/DQComic/mobile/index.html

Terima kasih telah membaca artikel ini,
Salam Hormat,

Pembelajaran Berbasis Peserta Didik

Pembelajaran Berbasis Peserta Didik

 

Beberapa hari ini, di media sosial sedang viral video tampilan memukau Putri Ariani yang meraih Golden Buzzer (penghargaan istimewa )  di acara bakat America’s Got Talent” (AGT). Simak videonya di sini.  Bernama lengkap, Ariani Nisma Putri, lahir 31 Desember 2005 di Bangkinang, Kampar, Riau, merupakan anak dari pasangan Ismawan Kurnianto dan Reni Alfianty.

Dari kacamata saya sebagai Widyaiswara, fenomena luar biasa ini adalah bukti bahwa Pendekatan pembelajaran berbasis peserta didik telah terjadi dan bekerja dengan baik. Banyak diantara kita yang mengadalkan kepada pendekatan teknologi karena alih-alih mengikuti zaman yang serba digital.  Richard E. Mayer menyampaikan, Jika kita merancang presentasi (pembelajaran) yang canggih secara teknologi, estetis dan kaya informasi, maka kita akan gagal mempertimbangkan faktor-faktor relevan yang berkaitan dengan manusia atau kebutuhan manusia dalam suatu konteks tertentu.

Saya meyakini, orang tua dan guru-guru Putri Ariani mendalami dan mengimplementasikan pendekatan pembelajaran berbasis individualisasi. Pendekatan ini mendalami tentang gaya belajar, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik.

Pemahaman mendalam tentang gaya belajar membantu Widyaiswara/Guru untuk mengidentifikasi cara terbaik dalam menyajikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Setiap individu memiliki preferensi belajar yang berbeda-beda, seperti belajar melalui pendengaran, penglihatan, gerakan fisik, atau melalui pemikiran abstrak. Dengan mengetahui gaya belajar peserta didik, Widyaiswara dapat menyusun strategi pembelajaran yang sesuai, seperti menggunakan metode pengajaran yang menggabungkan visual, auditori, dan kinestetik.

Selain itu, memahami minat peserta didik dapat membantu Widyaiswara untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan relevan. Dengan menyesuaikan materi pembelajaran dengan minat mereka, peserta didik cenderung lebih termotivasi dan terlibat dalam proses belajar. Widyaiswara dapat mengaitkan konsep-konsep pembelajaran dengan minat dan pengalaman peserta didik, sehingga mereka merasa terhubung dengan materi yang dipelajari.

Kemampuan peserta didik juga perlu dipahami agar Widyaiswara dapat menyesuaikan tingkat kesulitan materi pembelajaran. Setiap peserta didik memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, baik dalam hal kecerdasan, keterampilan, maupun pengetahuan. Dengan memahami kemampuan individu, Widyaiswara dapat menyajikan materi pembelajaran secara bertahap, mulai dari tingkat yang lebih mudah hingga lebih kompleks, sehingga peserta didik dapat belajar dengan baik.

Terakhir, pemahaman tentang kebutuhan peserta didik membantu Widyaiswara dalam menyediakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan mendukung. Setiap peserta didik memiliki kebutuhan khusus, seperti peserta didik dengan kebutuhan pendidikan khusus, bahasa ibu yang berbeda, atau kebutuhan sosial dan emosional. Widyaiswara perlu memperhatikan kebutuhan ini dan menyediakan dukungan yang diperlukan agar semua peserta didik dapat belajar dengan sukses.

Dengan memperhatikan pemahaman mendalam tentang gaya belajar, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik, Widyaiswara dapat merancang pembelajaran yang lebih efektif dan berarti. Pendekatan ini memungkinkan Widyaiswara untuk mengindividualisasi pembelajaran, menyesuaikan metode, materi, dan pendekatan pengajaran sesuai dengan keunikan setiap peserta didik.

Terima kasih telah membaca artikel ini,
Salam Hormat,

Bukti Empiris Prinsip Desain Multimedia pada Presentasi Efektif

Bukti Empiris Prinsip Desain Multimedia pada Presentasi Efektif

Multimedia sebagai teknologi pembelajaran memiliki potensi kuat untuk meningkatkan pembelajaran manusia, penelitian tentang pembelajaran multimedia telah banyak dilakukan dengan tujuan untuk menemukan perancangan prinsip-prinsip desain untuk presentasi multimedia. Penelitian ini bermanfaat untuk membedakan antara dua pendekatan dalam desain multimedia, yaitu pendekatan yang berpusat pada teknologi dan pendekatan yang berpusat pada audien.

Teknologi multimedia memungkinkan penyajian informasi yang lebih interaktif, visual dan menarik, yang dapat membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan audien. Pendekatan yang berpusat pada teknologi, berfokus pada penggunaan berbagai alat dan fitur teknologi dalam presentasi, seperti efek visual, animasi, audio, dan penggunaan perangkat keras dan perangkat lunak yang relevan.

Di sisi lain, pendekatan yang berpusat pada audien menempatkan perhatian utama pada kebutuhan dan karakteristik audien. Hal ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang gaya belajar, minat, kemampuan, dan kebutuhan audien. Prinsip-prinsip desain multimedia yang didasarkan pada pendekatan ini berfokus pada penyampaian konten yang relevan, adaptif, dan disesuaikan dengan kebutuhan audien.

Richard E. Mayer menyampaikan, Jika kita merancang presentasi yang canggih secara teknologi, estetis dan kaya informasi, maka kita akan gagal mempertimbangkan faktor-faktor relevan yang berkaitan dengan manusia atau kebutuhan manusia dalam suatu konteks tertentu.  Seharusnya, presentasi dirancang sesuai dengan cara audien menerima informasi.

Berdasarkan hasil penelitian Richard E. Mayer, Orang belajar lebih baik dari Gambar dan kata-kata, dibandingkan dari kata-kata saja. Mayer menyampaikan bahwa Presentasi yang efektif harus Multimedia, artinya merancang, membuat dan menyajikan presentasi harus mengintegrasikan gambar dan kata-kata (atau narasi). Mayer telah membuktikan bahwa multimedia memiliki efek besar pada proses pembelajaran/penerimaan informasi. Nilai Cohen’s d sebesar 1,39 dari 11 test yang dilakukan, memberikan informasi tentang ukuran efek besar (Interpretasi nilai Cohen’s d umumnya melibatkan kriteria 0,2: Efek kecil; 0,5: Efek sedang; 0,8 atau lebih: Efek besar) pada perbedaan antara dua kelompok penelitian yaitu kelompok eksperimen penerima pelajaran yang berisi fitur yang akan diuji (menerima teks dan ilustrasi atau narasi) dan kelompok kontrol penerima pelajaran yang tidak memiliki fitur yang akan diuji (menerima teks saja atau narasi saja).

Bukti empiris di atas, semoga selalu menjadi pegangan kita dalam merancang, membuat dan menyajikan presentasi. Semoga tidak terjadi kembali penyalahgunaan PowerPoint, presentasi yang tidak memiliki power dan kehilangan point!

Referensi  : Richard E. Mayer, Multimedia Learning Second Edition, Cambridge University Press, 2009.

Terima kasih telah membaca artikel ini,
Salam Hormat,

Hubungi Indra, Klik disini!

Terima kasih sudah berkunjung ke indrapedia.com!

Sahabat Belajar

Om Brewok

Online

Om BrewokBersama Indra dari Indrapedia

Hai, ada yang bisa saya bantu? 00.00