Fokus yang Terkikis: Apa yang Sebenarnya Terjadi dengan Perhatian Kita?

Fokus yang Terkikis: Apa yang Sebenarnya Terjadi dengan Perhatian Kita?

Hari ini, saya membaca sebuah artikel dari Golden Steps ABA yang membahas tentang rentang perhatian manusia yang semakin pendek. Data yang ditampilkan mengejutkan sekaligus membuat saya merenung lebih dalam tentang bagaimana kita—sebagai manusia modern—menyikapi dunia yang serba cepat ini.

Fakta yang Menggelitik

Pada tahun 2000, rata-rata rentang perhatian manusia adalah 12 detik. Kini? Hanya 8,25 detik. Itu berarti lebih pendek dari ikan mas, yang memiliki rentang perhatian sekitar 9 detik! Sadar atau tidak, ini adalah alarm sunyi bagi kita semua—bahwa kualitas perhatian kita semakin terkikis.

Lalu siapa yang disalahkan?

Teknologi. Media sosial. Notifikasi yang tak henti. Informasi yang terus-menerus membanjiri kita tanpa jeda. Bahkan multitasking, yang dulu dianggap sebagai kemampuan keren, kini terbukti menurunkan efektivitas otak hingga 40%. Otak kita dibanjiri stimulasi, tetapi tidak diberi kesempatan untuk benar-benar menyerap.

Lalu Apa Masalah Sebenarnya?

Masalahnya bukan hanya tentang “fokus kita berkurang”, tetapi lebih dalam dari itu: kita kehilangan kemampuan untuk hadir sepenuhnya.

Bayangkan ini:

  • Guru berbicara di kelas, tapi murid sudah tidak bersama secara mental setelah 10 menit.

  • Seorang profesional duduk dalam rapat, namun pikirannya mengembara karena notifikasi WhatsApp masuk bertubi-tubi.

  • Seorang anak memegang gawai sambil makan, menonton video, sambil main game, tapi tak benar-benar merasakan satu pun aktivitas itu.

Ini bukan hanya masalah pendidikan. Ini masalah eksistensial.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Kita tidak sedang berperang dengan teknologi. Yang kita butuhkan adalah kebijaksanaan dalam mengelolanya. Kita perlu kembali bertanya pada diri sendiri:

Apakah saya masih bisa hadir penuh dalam percakapan?
Apakah saya masih bisa membaca satu halaman buku tanpa mengecek ponsel?
Apakah saya masih bisa mendengarkan, bukan hanya mendengar?

Jika kita seorang pendidik, orang tua, pemimpin, atau siapa pun yang bekerja dengan manusia, kita punya tanggung jawab untuk membantu orang lain—dan diri sendiri—mengembalikan kendali atas perhatian.

Latihan Kecil yang Bermakna

Beberapa hal kecil bisa mulai dilakukan hari ini:

  • Berikan jeda digital. Matikan notifikasi selama bekerja.

  • Latih kehadiran penuh. Duduk diam selama 5 menit tanpa gangguan.

  • Ajarkan fokus. Di kelas, ajak murid menulis jurnal tanpa interupsi selama 10 menit penuh.

  • Buat pembelajaran berseling—antara aktivitas aktif dan pasif, digital dan analog.

Kita Butuh Diam Untuk Mendengar

Di tengah dunia yang bising, kemampuan untuk memperhatikan adalah sebuah bentuk revolusi sunyi. Kita tidak bisa mengendalikan semua arus informasi, tapi kita bisa memilih di mana menaruh perhatian kita.

Hari ini, saya belajar satu hal penting:

Fokus bukan tentang kemampuan otak. Fokus adalah soal pilihan.
Dan setiap hari, kita punya pilihan itu.

Artikel ini ditulis dengan dukungan teknologi AI untuk efisiensi, namun seluruh konten telah dikembangkan, dikurasi, dan diedit oleh penulis agar sesuai dengan kebutuhan pembaca.

Share on Whatsapp
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dwi Santoso
Dwi Santoso
1 month ago

Seneng banget nemu konten kayak gini. Makasih udah share! Aku juga sering diskusiin topik kayak gini di Kanal.id, komunitas online yang seru dan positif.

New title
Hubungi Indra, Klik disini!

Terima kasih sudah berkunjung ke indrapedia.com!

Sahabat Belajar

Kang Indra

Online

Kang IndraBersama Indra dari Indrapedia

Hai, ada yang bisa saya bantu? 00.00